tata cara shalat safar
1. Pengantar
Sebelum membahas Shalat safar, ada
baiknya sedikit kita menyinggung bahasan Shalat secara umum. Shalat
adalah salah satu rukun Islam dan merupakan dasar yang kokoh untuk
tegaknya agama Islam. Untuk itu, Shalat memiliki landasan yang kuat,
baik di dalam al-Quran maupun Hadits Nabi.
Di antaranya dalam Aurah al-Baqarah ayat 43 :"
Dan Dirikannlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku’ ". Dalam surah al-Baqarah ayat 238 juga disebutkan :
"Peliharalah
segala Shalatmu dan peliharalah Shalat wustha, dan berdirilah (dengan
mengerjakan shalat) karena Allah dengan penuh ketundukan …”.
Dalam surah al-Bayyinah ayat 5 dijelaskan :
"Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan Shalat dan menunaikan zakat, yang demikianlah agama yang
lurus".
Demikian juga dalam surah an-Nisa’ ayat 103 :
"Sesungguhnya Shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman".
Selain dijelaskan secara gamblang dalam al-Quran, penjelasan tersebut
juga banyak terdapat dalam hadis-hadis Rasulullah SAW. Salah satu di
antaranya adalah hadis yang diriwayatkan Abdullah ibn Umar,
"Islam
itu didirikan atas lima dasar : yaitu : (1) kesaksian bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, (syahadat), (2)
mendirikan Shalat, (3) menunaikan zakat, (4) melaksanakan puasa
Rhamadhan, (5) melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu" (HR. Bukhari
dan Muslim).
Demikian banyaknya dalil yang menggambarkan kewajiban yang dibebankan
kepada orang yang beriman dalam hal mendirikan shalat yang dipandang
sebagai tiang atau pangkal agama. Dengan demkian, jika umat Islam ingin
melihat agamanya terus ada dan berjaya maka shalat adalah kunci
utamanya.
Dalam Islam, Shalat adalah konsekuensi dalam keberagamaan seseorang,
dan harus terus dijalankan. Hal ini pula memberikan pengertian bahwa
apabila muslim tidak mengerjakan Shalat, maka keIslamannya perlu
dipertanyakan, sebab ia tidak lagi memiliki landasan beragama
sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW dalam haditsnya.
Shalat adalah kewajiban yang menjadi identitas muslim sejati. Begitu
pentingnya shalat dalam Islam, sehingga Allah mewajibkan pelaksanaanya
kepada umat Islam, dengan kata lain jika ditinggalkan maka akan diancam
dengan hukuman Api Neraka sebagaimana penjelasan surah al-Muddatsir ayat
42-43 :
(43) "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam
saqar (neraka)? Mereka menjawab kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan Shalat".
Dalam surah Maryam ayat 59 disebutkan :
"Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsu maka kelak mereka akan menemui kesesatan". Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda: "
Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja maka ia terlepas dari tanggungan Allah dan Rasul-Nya" HR.Ahmad bin Hambal.
Keterangan ayat dan hadis di atas menggambarkan bahwa shalat harus
dikerjakan dalam segala situasi dan kondisi tanpa terkecuali. Baik dalam
perjalanan, dalam situasi tidak aman, bahkan dalam kondisi sakitpun,
seorang yang beriman tetap diperintahkan mendirikan shalat. Tentu dengan
tata cara pelaksanaan yang berbeda dengan kondisi normal dan tidak
sedang bepergian.
Sebuhungan dengan pelakasanaan shalat ketika sedang dalam perjalanan,
yang perlu diketahui bahwa perjalanan atau yang dikenal dalam bahasa
arab dengan safar tidak mengugurkan kewajiban Shalat, tetapi safar
dapat, mengubah ketentuan dan tata cara Shalat. Dalam safar, Shalat
empat rakaat boleh dikerjakan menjadi dua rakaat dengan istilah qashar.
Shalat safar bisa juga dikerjakan dengan cara menggabungkan pelaksanaan
dua shalat dalam satu waktu yang dikenal dengan shalat jamak, hal ini
dimaksudkan untuk menghindari kesulitan umat Islam ketika melakukan
perjalanan.
2. Definisi dan DalilShalat
Safar adalah shalat lima waktu yang dilakukan oleh seseorang yang
sedang melakukan perjalanan (telah tiba di tempat tujuan) atau sedang
berada dalam perjalanan (di atas kendaraan). Dalil yang membolehkan
meng-qasar shalat saat melakukan atau sedang dalam perjalanan adalah
surah an-Nisa’ 101 :
"Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, tidak mengapa kalian
mengqashar shalat kalian, jika kalian takut diserang orang-orang kafir" (Q.S an-Nisa : 101).
Sedangkan dalil yang berupa hadis yang menerangkan tentang
pelaksanaan Shalat dalam perjalanan/Safar seperti pada hadis berikut
: Dari Ibnu Umar ra, Ia berkata :
"Saya menyertai Rasulullah SAW
(dalam bepergian), dan Rasulullah SAW TIDAK PERNAH lebih 2 rakaat
(menambah) hingga nyawa Rasulullah SAW dicabut oleh Allah. Dan saya
menyertai Abu Bakar ra, Abu Bakar ra TIDAK PERNAH lebih 2 rakaat
(menambah) hingga nyawa Abu Bakar ra dicabut oleh Allah. Dan aku
menyertai Umar ra, TIDAK PERNAH lebih 2 rakaat (menambah) hingga nyawa
Umar ra dicabut oleh Allah. Dan saya menyertai Utsman ra, TIDAK PERNAH
lebih 2 rakaat (menambah) hingga nyawa Utsman ra dicabut oleh Allah."
Hadis di atas menerangkan dengan jelas bahwa Nabi tidak pernah satu
kalipun mengerjakan Shalat pada saat musafir/dalam perjalanan itu lebih
dari 2 rakaat begitu juga para sahabat-sahabatnya. Hingga demikian dalil
tersebut menjadi dalil Qaidah yang memperkuat tata cara pelaksanaan
shalat safar.
Dalil lain yang menguatkan pelaksanaan shalat saat bepergian menjadi 2
rakaat adalah berikut ini, Hadis dari lbnu Umar, ia berkata :
"Saya
bersama Rasulullah SAW 2 rakaat dan bersama Abu bakar ra dua rakaat,
dan bersama Umar ra dua rakaat, kemudian sesudah itu syariat menjadi
pecah. Maka alangkah baiknya bagianku dua rakaat dari pada empat rakaat" (HR. Al Bukhari).
Hadis dari Abdurrahman bin Yazid, Ia berkata :
"Utsman ra Shalat
bersama kami di Mina 4 rakaat", kemudian kejadian itu disampaikan kepada
Abdullah Bin Mas’ud maka Beliau beristirja' (membaca "innalillahi wa
inna ilahi Raji’un"), kemudian Beliau berkata : "Saya shalat bersama
Rasulullah SAW di Mina 2 rakaat, dan shalat bersama Abu Bakar ra di Mina
juga 2 rakaat, dan saya shalat bersama Umar ra di Mina juga 2 rakaat
maka alangkah baiknya bagianku 2 rakaat yang diterima dari pada 4
rakaat." (HR. Al-Bukhari).
Hadis ini diperkuat dengan hadis-hadis berikut, Hadis dari lbnu Abbas, ia berkata :
"Rasulullah bersabda : "Allah memfardlukan shalat pada lisan Nabimu atas orang bepergian 2 rakaat, atas orang mukim 4 rakaat." (HR. Muslim)
Hadis dari Ibnu Umar, Ia memberitakan :
"Rasulullah bersabda :
Bahwa Allah senang rukhsah-Nya dilakukan dan Allah benci pada orang yang
melakukan durhaka/tidak mengerjakan rukhsah (keringanan) yang telah
diberikan". Dengan demikian jelaslah barang siapa yang mau
mengerjakan rukhsah yang diberikan Allah maka Allah akan senang
kepadanya, meskipun dalam hatinya tidak merasa nyaman (sreg/pas) saat
melaksanakannya, sebab dianggap terlalu ringan.
Jadi jelaslah Shalat Safar dengan 2 rakaat harus dijalankan sebagai
mana perintah-perintah Allah lainya yang wajib diikuti, dan bukan
dihindari, diabaikan atas dasar kemauannya sendiri ataupun karena
ragu-ragu.
Tsa’labah bin Umayah berkata :
"Aku telah bertanya kepada Umar
r.a. tentang firman Allah dalam surah an-Nisa’ ayat 101 tersebut,
"mengapa kalian mengqashar shalat, sedangkan sekarang ini situasi telah
aman". Umar menjawab : "Aku heran dengan apa yang engkau herankan. Maka
aku bertanya kepada Rasulullah SAW (tentang firman Allah surah an-Nisa’
ayat 101 tersebut), lalu beliau menjawab : "Itu adalah sedekah dari
Allah untuk kalian, maka terimalah oleh kalian sedekahNya itu"."
3. Ketentuan-ketentuanShalat
orang dalam bepergian/perjalanan disebut Shalat Safar, bagi Musafir
(orang yang sedang melakukan perjalanan) terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan, sebagai berikut :
4. Dengan cara QasharQashar
adalah cara pelaksanaan Shalat dengan cara melakukan Shalat yang jumlah
rakaatnya 4 (empat), dengan diniatkan 2 (dua) rakaat saja. Shalat
tersebut ialah : Shalat dhuhur, Ashar dan Isya’. Adapun contoh niat
shalat qashar sebagai berikut:
Ushalli fardhaz zhuhri rakataini mustakbilal kiblati qasran lillahi ta’ala. Allahu Akbar
"Saya berniat shalat dhuhur dua rakaat, menghadap qiblat, dengan cara qashar karena Allah semata"
5. Dengan cara JamakShalat
Jamak ialah mengerjakan (mengumpulkan) dua Shalat dalam satu waktu,
Shalat Jamak ada dua macam yaitu Jamak takdim dan Jamak takhir. Jamak
takdim adalah mengumpulkan dua Shalat yang dikerjakan sekaligus di waktu
Shalat yang lebih awal, seperti mengerjakan Shalat dhuhur dan ashar
pada waktu Shalat Shalat Dhuhur. Begitu juga dengan cara mengumpulkan
Shalat magrib dengan Shalat Isya' dikerjakan pada waktu Shalat magrib.
Sedangkan Jamak takhir mengumpulkan dua Shalat dikerjakan pada waktu
Shalat yang terakhir, seperti mengumpulkan Shalat dhuhur dan ashar
dikerjakan pada waktu ashar dan shalat magrib dan isya’ dikerjakan pada
waktu shalat isya'.
Adapun contoh niat shalat Jama’ takdim pada Shalat Dhuhur dan Ashar
sebagai berikut: Pertama, Saat hendak melakukan Shalat dhuhur, sbb:
Ushalli fardhaz Zuhri arba’a raka’atin takdiiman ilaihil Ashri mustakbilal kiblati ada’an lillahi ta’ala, Allahu Akbar
"Saya berniat shalat dhuhur empat rakaat, dijamak takdim padnya Ashar menghadap qiblat, karena Allah semata."
Kedua, Saat hendak melakukan Shalat Ashar, sbb:
Ushalli fardhal Ashri arba’a raka’atin takdiiman ilaihiz Zhuhri mustakbilal kiblati adaan lillahi ta’ala, Allahu Akbar
6. Menggabungkan Qashar dan Jamak SekaligusDalam
hal penggabungan qashar dan jamak sekaligus, yang perlu menjadi
perhatian perubahan yang terjadi pada setiap penyebutan kalimat "Allah"
yang memiliki makna (kepada-Nya) dan Kalimat "
ilā "
memiliki makna (kepada) yang digaris bawahi pada setiap lafadh niat
shalat, baik pada jamak takdim maupun pada jamak ta'khir berikut ini :
7. Batasan Waktu Shalat SafarBatas
waktu kebolehan menjalankan Shalat safar, Sedangkan tentang gugurnya
hak melakukan Shalat safar, Ulama Mazhab Syafi'i menyatakan bahwa
seseorang tidak boleh lagi melakukan Shalat safar apabila :
1. Ia berniat menetap empat hari empat malam di daerah tujuannya.
2. Kembali ke tempat asalnya.
3. Musafir menjadi imam dari jemaah yang mukim (makmum yang tidak dalam perjalanan)
4. Tujuan perjalanan tidak jelas.
5. Perjalanan yang dilakukan bertujuan maksiat.
6. Perjalanan yang dilakukan bukan atas kehendak sendiri/pakasaan.
8. Hal-Hal Lain Tentang Cara Pelaksanaan Shalat SafarDalam sebuah Hadits dari Abdullah bin ‘Umar diriwayatkan :
"Bahwa
Nabi SAW bersembahyang di atas punggung kendaraannya menghadap ke arah
yang ditujunya dengan memberi isyarat dengan kepala".
Hadis tersebut memberi penjelasan mengenai keringanan lain terhadap
tata cara pelaksanaan Shalat Musafir/Safar (bisa) dilaksanakan selagi
dalam perjalanan itu sendiri dan masih berada di atas kendaraan, baik di
atas kuda, onta, sepeda motor, mobil dll, tanpa harus menunggu
sampainya ke suatu tempat seperti mushola, masjid dll. Namun demikian
yang perlu diperhatikan bahwa selama pelaksanaan Shalat tersebut,
musafir (orang yang dalam perjalanan) harus tetap dalam keadaan suci,
dalam hal ini musafir bisa melakukan tayamum.
http://muslimlife.com/panduan_ibadah/shalat_musafir#.UpMYZVugWho